Thursday, February 12, 2009

Bangsa Indonesia memang bukan Winnie the Pooh cs.

Ya jelas bukan! Judul yang aneh dengan negasi yang sekenanya!

Tapi memang itulah yang terlintas di benakku ketika tiba-tiba aku menyadari bahwa semakin banyak merchandise Pooh di rumahku semenjak si kecil Gabriel lahir. Ada sticker Pooh di lemari es. Ada poster Pooh di pintu lemari pakaian, belum lagi yang ditempel di dinding dekat cermin bersolek. Ada bantal Pooh. Ada boneka tangan Pooh. Ada lagi tas bagor bergambar tokoh kartun Disney itu. Dan yang terakhir, istriku baru pesen selimut Pooh untuk si i'el!

Heran aku! Tapi lama-lama aku menikmatinya juga. Soalnya karakter beruang madu berbulu kuning keemasan itu begitu imut dan menggemaskan, lucu! Memandangnya saja sudah terpancing untuk senyum. Tak terasa otot-otot di ujung garis mulut ini tertarik ke atas, dan membawa perbawa segar di hati: ada kegembiraan! Perbawanya mampu mengusir kesuntukan barang beberapa saat. Namun, saat seperti itu bisa sedemikian menentukan untuk kesegaran-kesegaran berikut. Sayang bila hal ini tak pernah disadari, pikirku. Seandainya aku bisa mengabadikannya - seperti mengabadikan senyum anakku dengan kamera saku yang baru - aku ingin melakukannya. Ya beginilah jadinya: tulisan ini.

Tapi apa hubungannya dengan bangsa Indonesia? Ntar dulu...

Lihat dulu atau baca dulu barang sedikit tentang Winnie The Pooh! Di Ashdown Forest - tempat dia dan teman-temannya tinggal - Pooh terkenal sebagai beruang pahlawan, pernah dijuluki Knighted "Sir Pooh de Bear". Seperti kebanyakan makhluk hidup - termasuk manusia, hehehe... - kalau pagi pasti bertanya, "Sarapan apa, ya?" Meskipun cuma badannya yang gede dan katanya otaknya kecil, namun dia suka berpikir, "Think, think, think!" Bahkan, dia suka mengarang puisi dan lagu! Teman bermain paling deket adalah Piglet, seekor babi kecil berwarna pink (Aaah.. dunia fabel memang penuh kedamaian kayaknya). Berpetualang dan mengunjungi sahabat sesama penggemar madu adalah kegiatan sehari-hari. Sifat beruangnya kadang juga muncul: suka bosan!

Namun terlepas dari lihat (filmnya) dan baca (cerita, ulasan dan komiknya) tentang si Pooh, kehadirannya dalam rupa-rupa merchandise itu telah mampu mengajak siapapun yang memperhatikannya untuk memasuki dunia dongeng.

Tiket masuknya sederhana: senyuman! Tanpa itu orang takkan mampu masuk ke dalam dunia indah warna-warni penuh keceriaan dan kegembiraan yang murni! Saking murninya, dalam dunia fabel pun ada lukisan kegembiraan itu. Kehadiran Pooh dan teman-temannya itu seolah ingin menyampaikan pijaran kegembiraan murni makhluk Tuhan, yang nota bene mestinya ada juga di dunia manusia! Adalah anak-anak - atau mereka yang appreciate terhadap dunia anak (jadi bukan yang kekanak-kanakan) - yang pertama kali mampu menangkap getaran yang menumbuhkan senyum dan keceriaan itu. Pooh... sosok karakter yang mampu diterima, bahkan oleh anak-anak! Anakku Gabriel yang baru berumur dua bulan saja bisa tersenyum-tertawa ketika melihat boneka tangan Pooh kumain-mainkan di depannya.

Naaaah... sekarang baru ngomong tentang bangsa Indonesia.

Gak perlu panjang lebar kok duduk permasalahannya. Aman jika aku hanya bertanya saja (hehehe...): Kalau melihat (foto, filem, tayangan berita tv) dan membaca (koran, buku, sejarah hingga kini) atau mendengar (cerita, berita, komentar, dll.) tentang Indonesia, adakah yang mampu membuat kita spontan tersenyum tulus untuk tertawa dalam kegembiraan? Gak ada? Mosok siiiih? Kalau tidak ada, terus karakter macam apa yang terpancar dari bangsa kita tercinta ini? Mosok tidak ada yang bisa masuk ke relung fabilitas (hahaha...ini istilahku sendiri untuk mengaitkan hal ini dengan dunia fabel) yang akrab dengan anak-anak bangsa ini?

Ya, jelas... bangsa Indonesia memang bukan Winnie the Pooh cs.! Karakter Pooh (dan sebangsanya) rupa-rupanya lebih jelas dari pada karakter bangsa Indonesia! (Eh, yang ini sudah sebuah judgement, ya?) Katanya sih, kita sedang membangun karakter bangsa kita... bersama-sama. Dan yang jelas lagi, bangsa Indonesia mestinya bukanlah boneka mainan anak-anak balita, anak-anak TK maupun SD!

Semoga suatu saat anak-anak pun bisa tersenyum-tertawa tulus, gembira-ceria karena menjadi bagian dari bangsa Indonesia! Amin.

(Posting ini aku tulis karena aku tersadar juga bahwa anakku adalah anak Indonesia! Sebuah anugerah yang menyertakan tanggung jawab kebangsaan juga dalam keluarga sebelum dia diajak menghafalkan butir-butir Pancasila di sekolahan nanti...) [skd]

2 comments:

Muzdakir Muhlisin said...

Terlepas dari realitas sosial yang terjadi dinegeri ini, saya selalu bahagia ketika melihal alam Indonesia ini. bahkan alam yang sering diimpi-impikan banyak orang rasanya benar-benr aq rasakan dan bukan hanya mimpi. Indonesia bagiku rasanya benar-benar surga dunia. tempat yang sangat indah yang banyak orang tak sempat menikmatinya ketika ia di dunia.
bangsa Indonesia saat ini menurutku tidak sedang membangun karakter diri, tapi sedang belajar. aku hanya bisa berdoa agar bangsa ini mampu membuka mata hatinya untuk benar-benar mau membangung negeri tercinta ini.
salam kenal juga dan terima kasih atas kunjungannya ke blog saya

salam damai indonesia
dz4ki.blogspot.com

Kandar Ag. said...

Walaaah... malah baru belajar ya? Hehehe...
Tentang alam negeri Indonesia, memang betul-betul indah. Dari beberapa daerah di luar Jawa yang pernah aku kunjungi, terasa sekali surga katulistiwa memang ada di sini. Hanya sayang, macam-macam eksploitasi dan konversi alam menimbulkan kekhawatiran akan rusaknya alam nan indah negeri tercinta ini.

Terima kasih juga dah mampir di blog berbahasa Jawa yang langka ini.

Salam sukses! Dan jaya negeri kita Indonesia!

Post a Comment


Advertising free mortgage calculator